Jumat, 08 Februari 2013

geografi desa dan kota



                                                                        BAB 1
Klasifikasi Kota Atas Dasar Karakteristik Fungsinya
Dalam hal ini tema yang dikemukakan adalah mengenai fungsi  sesuatu kota yang dianggap dominan dan dapat dikatakan menonjol pada kota yang bersangkutan. Seperti diketahui bahwa adanya latar belakang geografis dari pada sesuatu kota akan memberikan corak yang khas mengenai kehidupan kotanya.
Dalam perkembangan kehidupannya, sesuatu kota dapat saja mengalami perubahan fungsi dari suatu fungsi tertentu menjadi fungsi yang lain. Hal ini banyak yang terjadi pada kota-kota di kawasan Eropa Barat pada abad pertengahan. Banyak terjadi, bahwa kota-kota tertentu yang sekarang ada dan mempunyai fungsi sebagai pusat perdagangan pada mulanya merupakan kota-kota yang berfungsi sebagai pusat kota keagamaan atau pusat pemerintahan.
Adanya perubahan-perubahan fungsi tersebut sejalan dengan makin majunya fasilitas-fasilitas perkotaan yang ada, di mana kemajuan teknologi merupakan faktor yang memengaruhinya dengan kuat. Refleksi atas kenyataan ini terlihat dalam bentuk makin banyak majunya teknik di bidang komunikasi dan transportasi, pengolahan sumber daya alam dari daerah “peripheral” nya.
Kemudian, bagaimanakah dengan kota-kota yang ada pada abad keduapuluh satu ini? Pada masa sekarang ini, kebanyakan kota-kota yang ada mempunyai fungsi yang jamak (multi function city). Hal ini disebabkan karena manusia mempunyai kegiatan-kegiatan yang beraneka seperti kegiatan politik, kegiatan sosial, kegiatan ekonomi, kegiatan budaya, yang pada umumnya berpusat di kota-kota tersebut.
Suatu hal yang tidak dapat di sangkal lagi, yaitu adanya kenyataan bahwa masing –masing kota mempunyai potensi dan penonjolan fungsi-fungsi yang berbeda- beda. Hal ini lebih banyak bersangkut paut dengan latar belakang historikal, kultural, fisikal, kemasyarakatan, ekonomi dan lain- lain yang saling berkaitan dan secara bersama-sama memberi warna tertentu terhadap suatu kota tertentu.
Masing-masing kota, mempunyai kondisi latar belakang hal-hal tersebut di atas yang satu sama lain tidak sama. Namun demikian, perlu disadari bahwa dalam kehidupan modern, sesuatu kota yang mempunyai tipe yang betul- betul murni dalam artian hanya mempunyai tipe tunggal tidaklah ada. Usaha klasifikasi yang dijalankan tidak lebih merupakan usaha yang bersifat sugestif saja dimana fungsi yang bersifat atau dianggap paling menonjol di antara kegiatan-kegiatan yang ada, digunakan sebagai dasar.
Oleh karena banyaknya sarjana-sarjana yang berusaha mengemukakan pendapatnya mengenai klasifikasi kota atau dasar fungsinya, dalam uraian ini hanya akan dikemukakan beberapa diantaranya. Hal ini dimaksudkan untuk dapat digunakan sebagai bahan pembanding dengan klasifikasi kota atas dasar fungsi yang mungkin telah dirumuskan.
1.1  Klasifikasi Gist, N.P & Halbert, L.A
Sarjana inimengemukakan 6 jenis kelas kota atas dasar fungsinya yaitu:
(1). Kota berfungsi sebagai pusat industri
Dalam kota ini, kegiatan industri merupakan kegiatan yang menonjol dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan bukan industri. Pengertian industri sendiri meliputi berbagai jenis kegiatan, antara lain berdasarkan jenisnya (industri primer, industri sekunder dan industri tersier) berdasarkan fungsinya (industri kapal tebang, industri kapal laut, mainan anak-anak dan lain-lain) dan masih banyak pengertian industri di tinjau dari berbagai segi. Kadang-kadang sesuatu kota mempunyai sifat gabungan daripada jenis-jenis industri tersebut, namun demikian kebanyakan hanya ada satu atau dua jenis industri saja yang paling menonjol. Sebagai contoh, kota Detroit dengan industri mobilnya, kota Bombay dengan industri tekstilnya, kota Dresden dengan industri keramiknya, kota Johannesburg dengan industri intannya.
Kota-kota yang berada di negara-negara yang sedang berkembang, biasanya kegiatan industrinya yang menonjol adalah industri primer, seperti industri pertambangan, industri penyulingan minyak, perikanan atau industri yang berkaitan dengan pngolahan kayu. Dengan makin majunya industri-industri yang ada, daerah-daerah hunian(daerah yang betul-betul di huni) yang ada akan mengalami penciutan karena makin meluasnya daerah industri tesebut. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab dari makin merosotnya kondisi lingkungan permukiman di kota-kota besar.
(2). Kota berfungsi sebagai pusat perdagangan
Ditinjau dari kehidupan kotanya, sebenarnya setiap kota merupakan pusat perdagangan. Namun demikian, tidaklah semua kota selalu ditandai atau diwarnai oleh kegiatan perdagangan semata. Kota-kota perdagangan yang besar biasanya merupakan kota-kota pelabuhan. Hal ini disebabkan karena kota yang bersangkutan mempunyai kemungkinan beraktifitas jauh lebih besar dari pada kota-kota lain yang bukan pelabuhan, terutama ditinjau daripada pintu gerbang transportasinya. Oleh karena sampai saat ini media transportasi yang besar adalah darat dan laut, maka bagi kota-kota yang mempunyai potensi ke arah pengembangan dua jenis transportasi tersebut mempunyai potensi yang besar pula untuk meksud pengembangan kotanya ditinjau dari segi kegiatan perdagangannya.
Contoh-contoh kota perdagangan besar yang bertaraf internasioanal antara lain: New York, London, Rotterdam, Bombay, Hamburg, Napels, Hongkong, dan lain sebagainya.
(3). Kota berfungsi sebagai pusat politik
Sebelum Eropa Barat dilanda oleh apa yang dinamakan dengan Revolusi Industri, sebenarnya kota-kota yang ada pada masa itu tidak lain merupakan kota-kota pusat pemerintahan.
Keadaan ini memang sesuai dengan kondisi pada saat itu dimana pusat pemerintah, pusat administrasi dan politik sesuatu negara harus merupakan ibukota negara yang bersangkutan.
Hanya karena adanya perubahan situasi, behubung dengan adanya penemuan-penemuan baru dibidang teknologi sajalah maka beberapa kota yang semula merupakan pusat kegiatan politik kemudioan berubah menjadi kota-kota sebagai pusat perdagangan dan industri. Namun demikian, peranannya sebagai pusat kegiatan politik pemerintahan negara masih nampak dengan jelas. Beberapa contoh, yang dapat dikemukakan ialah kota New Delhi di India, kota Jakarta di Indonesia, kota Bangkok di Thailand, kota Canberra di Australia dan lain sebagainya.
Kota-kota politik ini menjadi berkembang, terutama ditentukan oleh peranannya sebagai pusat pemerintahan  negara yang bersangkutan dan merupakan pusat sistem pemerintah antara pemerintah pusat dan daerah maupun antara negara yang satu dengan yang lain, di mana duta-duta negara lain berkedudukan pada kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan negara.
(4). Kota berfungsi sebagai pusat kebudayaan.
Dalam hal ini potensi kulturalnya kelihatan menonjol dibanding dengan fungsi-fungsi lain yang ada. Dalam masa-masa silam, peranan masjid-masjid di dunia Islam, gereja-gereja di negara Kristiani serta pusat-pusat kerajaan  memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara.
Sebagai contoh adalah kota Mekkah sebagai kota Religios umat Islam dan juga kota Roma bagi umat Kristiani. Mengenai peranan kedua contoh kota tersebut dalam kaitannya dengan kehidupan agamis di dunia ini, kiranya tidak perlu di jelaskan lagi.
Disamping kota-kota sebagai pusat kebudayaan yang berkaitan erat dengan kehidupan agama, dapat pula sesuatu kota terkenal atau menonjol karena kegiatan pendidikannya, kebudayaan khususnya seni. Sebagai contoh dapat di kemukakan ialah kota Yogjakarta, dapat dianggap menonjol di bidang pendidikannya dan juga mengenai kegiatan kebudayaannya. Maka tidaklah berlebihan kiranya apabila kota yogjakarta dianggap sebagai kota pelajar atau kota mahasiswa atau juga kota budaya. Sesuatu hal yang kurang mendapatkan perhatian adalah belum didirikannya gedung sebagai pusat budaya, walaupun materi-materi kebudayaan yang ada cukup memadai. Rupa-rupanya masalah birokrasi dan dana masih merupakan hambatan yang cukup besar untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
(5). Kota berfungsi sebagai pusat rekreasi atau kesehatan
Sesuatu kota akan mempunyai fungsi sebagai tempat rekreasi ataupun kesehatan, apabila pada kota tersebut mempunyai kondisi-kondisi tertentu yang mampu menarik pendatang-pendatang untuk menikmati kenikmatan tertentu yang ada pada kota tersebut. Adapun mengenai kenikmatan ini dapat mengenai kenikmatan fisikal ataupun dapat merupakan maksud-maksud penyembuhan.
Namun demikian, suatu hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kota yang berfungsi sebagai kota budaya adalah bahwa kota-kota yang berfungsi sebagai tempat rekreasi ini di dalamnya mengandung sesuatu yang menarik orang luar untuk tujuan berrekreasi. Kota-kota seperti ini antara lain kota Palmbeach dengan pantainya yang indah, kota Monte Carlo, kota Monaco dan lain sebagainya.
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa suatu kota sebenarnya tidak akan menampakkan dirinya secara murni hanya pada satu macam fungsi saja tetapi merupakan hasil gabungan dari berbagai macam fungsi. Namun demikian, salah satu atau sebagian dari berbagai fungsi tersebut lebih kelihatan mewarnai kehidupan kotanya. Karena hal itu kemudian timbul berbagai notasi terhadap kota-kota tertentu.
(6). Kota yang tidak mempunyai fungsi tertentu yang menonjol
Kota –kota yang tidak mempunyai fungsi tertentu yang menonjol, biasanya baru merupakan kota-kota yang masih sangat muda usia / pertumbuhannya atau kota-kota kecil. Oleh karena dalam sesuatu kota yang masih muda fungsi-fungsi yang ada belum mampu mengembangkan dirinya sedemikian rupa, maka berbagai fungsi yang ada masih mempunyai pengaruh yang sama. Namun demikian, suatu hal yang perlu diperhatikan adalah pada kota-kota yang sangat besar. Seperti halnya pada kota-kota kecil, pada kota yang sangat besar pun terdapat kecenderungan mempunyai berbagai fungsi yang sangat kompleks sehingga penonjolan sesuatu tertentu terlihat lemah.
Sebagai contoh kiranya dapat dikemukakan disini yaitu kota Jakarta, kota Philladelphia, kota Pitsburg, kota Tokyo, kota London dan lain sebagainya.

1.2. Klasifikasi Hudson, F.S
Sarjana ini mempunyai klasifikasi  kota atas dasar  fungsinya yang lebih lengkap dari pada serjana yang telah disebutkan. Berdasarkan pengamatannya, kota-kota yang ada dapat dikelompokkan menjadi 9 macam atas dasar fungsinya. Di samping itu, masing-masing kelas kota tersebut masih dapat diperbedakan lagi menjadi sub kelas. Kesembilan kelas kota tersebut adalah sebagai berikut :
(1)     Kota pertambangan dan penggalian bahan-bahan alam lainnya. ( Mining towns and quarrying )
a)      Kota- kota pertambangan antara lain kota Work shop (Coal);  kota Butte (copper; kota Broken hill (lead & zinc); kota Kalgorlie (goid); dan masih banyak contoh yang lain.
b)      Kota pengalian  bahan-bahan alam lainnya anatara lain kota Bethesda (slare); kota Shap (granite); kota Hibbing (iron ore).
(2)  Kota-kota industri (industrial towns )
Contohnya yang dapat dikemukakan disini adalah kota Rotherham, kota Pittsburg dengan industri bajanya; kota Nottingham mengenai industrinya yang banyak jenis dan jumlahnya; kota Billingham dan Leverkusen dengan industri kimianya; kota Dusseldorf, Eindhoven, Bimingham terkenal engineering-nya; kota Tourcouing dan Bradford tentang industri tekstilnya dan kota Stoke on trent dan Meisen sebagai kota-kota yang terkenal akan industri potteries-nya.
(3)   Kota-kota sebagai pusat pengangkutan (transport cartres )
Kota-kota dari jenis ini dapatdibedakan menjadi kota-kota yang melayani pengangkutan umum dan pengangkutan khusus. Contoh pengangkutan umum adalah pengangkutan yang terdapat di kota Sunderland dengan manufacturing ships-nya, kota Detroit dengan kendaraan bermotornya, kota Wichta dengan kapal terbangnya, kemudian kota Crewe dan Swindon dengan kereta apinya, kota-kota berpelabuhan besar  dengan pengangkutan lautnya, kota Strasbourgh dengan pengangkutan sungainya dan kota Port said dengan pengangkutan terusahanya (canal transportation )
(4)   Kota-kota perdagangan (commercial centres )
(a)      Kota pemasaran hasil-hasilpertanian (agricultural market towns ), seperti kota Winnpig, kota Cansas di USA, dan kota Evesham dan kota Horsers di Denmark.
(b)      Kota pusat perbankan dan uang, sebagai contoh kota Franfurt dan Amsterdam.
(c)      Kota perdagangan yang bervariasi  seperti kota manchester, dan kota St. Louis .
(d)     Kota-kota pelabuhan besar yang juga berfungsi sebagai  kota perdagangan.
(5)   Kota-kota pusat administrasi  ( administrative towns abd cities )
Kota-kota ini  dapat difungsikan sebagai :
(a)      Ibu kota suatu negara
(b)      Ibu kota provinsi
(c)      Ibu kota kabupaten dan lain sebagainya
(6)   Kota-kota yang mempunyai arti strategis (strategic centres )
Jenis ini dapat dibedakan lagi menjadi :
(a)      Kota-kota yang merupakan basis pertahanan angkatan darat.
(b)      Kota-kota yang merupakan basis pertahanan angkatan laut.
(c)      Kota-kota yang merupakan basis pertahanan angkatan udara.
(7)   Kota-kota budaya (cultural towns )
Jenis kota ini masih dapat dapat dibedakan lagi menjadi 3 macam, yaitu :
(a)      Kota-kota pusat keagamaan, misalnya kota Mekah, Jerusalem, Lourdes, Benares dan Rome.
(b)      Kota-kota pusat pendidikan, misalnya  kota Cambridge, kota Heidelberg, Bangor, Louvia dan lain sebagainya.
(c)      Kota-kota konferensi  misal kota Harrogate, Chicago, Brighton.
(8)   Kota-kota pusat kesehatan dan rekreasi ( health and recreational centres )
(a)      Kota-kota rekreasi di tepi pantai, misalnya kota Miami.
(b)      Kota-kota rekreasi di daerah pegunungan, misalnya kota Daves, dan Darjeeling.
(c)      Kota pulau yang digunakan untuk tujuan rekreasi. Misalnya kota Tucson dan Stradford on Avon.
(9)   Kota-kota permukiman (residential towns )
(a)      Kota asrama (dermitory towns ), misalnya kota Weybridge
(b)      Sub-urban growth, misal kota Beverly Hill (dekat kota Los Angeles).
(c)      Overspikk towns, misalnya Wilmslow dekat dengan kota Manchester dan kota-kota yang baru di dekat kota London.
1.3. Klasifikasi Harriss, Chauncy, D.
      Sarjana ini membagi fungsi kota menjadi 9 macam, sebagai mana Hudson membagi kota-kota atas dasar fungsinya. Walaupun demikian klasifikasi Hudson dapat dikatakan lebih lengkap, walaupun kriteria notasi fungsi sesuatu kota yang dikemukakan tidak dikemukakan. Dalam klasifikasi fungsi yang diajukan oleh Chauncy Harris hal tersebut dicoba  kemungkinan dalam gambaran kuantitatif. Hal ini memang telah disadari oleh serjana tersebut bahwa besar sekali peranan data statistik sesuatu kota untuk maksud-maksud mengenali fungsi utama yang ada. Klasifikasi yang kemukakan adalah hasil dari penyelidikannya terhadap 984 kota-kota yang ada di amerika serikat.
Secara garis besar, klasifikasi adalah sebagai berikut :
(1)     Kota Manufaktur ( manufacturing cities )
Sesuatu kota yang dapat dikatakan sebagai kota manufaktur apabila kegiatan manufaktur yang ada melebihi 60% dari seluruh kegiatan kota, yang bersangkutan.
(2)     Kota  yamg mempunyai bermacam fungsi  (diversified cities )
Sesuatu kota yang dapat dianggap mempunyai fungsi yang beraneka apabila kegiatan manufaktur yang ada kurang dari 60%, kegiatan wholesale kurang dari 20% dan kegiatan retail kurang dari 50%.
(3)     Kota yang berfungsi sebagai penjual barang-barang dalam partai besar (wholesaling cities )
Sesuatu kota dapat dianggap sebagai wholesaling city, apabila kegiatan penjualan dalam partai besar tersebut tercatat lebih dari 20% seluruh kegiatan yang ada.
(4)     Kota-kota pengecer  (retiling cities)
Sesuatu kota mempunyai fungsi pengecer apa bila kegiatan ini meliputi lebih dari 50% seluruh kegiatan total.
(5)     Kota-kota transport (transport cities )
Sesuatu kota dapat dikatakan sebagai kota transport apabila pekerja-pekerja yang berkaitan dengan masalah pengangkutan meliputi sekurang-kurangnya 11% dari seluruh pekerja-pekerja yang ada .
(6)     Kota pertambangan (mining cities )
Sesuatu kota yang dapat dikatakan sebagai kota pertambangan apa bila pekerja-pekerja tambang yang ada dikota tersebut meliputi sekurang-kurangnya 15% dari seluruh pekerja-pekerja yang ada.
(7)     Kota universitas dan pendidikan ( university and educational cities )
Untuk menentukan fungsi ini sesuatu kota harus memenuhi persyaratan bahwa minimal 25% penduduknya terdaftar diperguruan tinggi atau akademi-akademi lainnya.
(8)     Kota “ tetirah “ (resort or retirement towns )
Kota yang termasuk dalam kategori ini tidak banyak  dikemukakan perinciannya oleh Chauncy Harris, hanya disebut-sebut adanya summer resort and Winter resort, mengenai ada apa dan bagaimana suatu kota berfungsi tempat tetirah tidak dijelaskan lebih lanjut .
(9)     Kota-kota lainnya (other towns )
Kota-kota yang termasuk dalam kategori ini antara lain fishing towns, logging towns, regional capital, political capital, garrison twons, professional cantres, dan financial cantres.
      Sayangnya,jenis-jenis yang terakhir ini tidak diberikan batasan-batasannya sebagaimana jenis-jenis yang terdahulu. Walaupun demikian, klasifikasi yang dikemukakan telah membuka mata para ahli perkotaan untuk mempertimbangkannya terutama dalam kaitannya dengan usaha-usaha pengembangan dan perencanaan kota.  Untuk keperluan-keperluan praktikal dinegara-negara berkembang dan khususnya di indonesia, beberapa macam klasifikasi kota berdasarkan fungsi diatas tidak harus selaludiikuti, karena latar belakang sosial ekonomi perkotaan yang ada mempunyai ciri-ciri yang jauh berbeda dengan negara-negara yang termasuk “developed  . Usaha untuk menggolongkan jenis-jenis kota yang ada di indonesia atas dasar fungsinya jelas merupakan usaha yang penting, terutama dalam rangka pengembangan regional dan kota-kota yang ada termasuk didalam konstelasinya.

BAB II
KLASIFIKASI KOTA ATAS DASAR
KARAKTERISTIK FISIKALNYA

Pandangan yang kedua menekankan pada eksistensi kota dalam kaitannya dengan latar belakang fisikalnya. Unsur fisikal yang ditonjolkan pada umumnya adalah keadaan topografinya
2.1 Klasifikasi Taylor, Griffith
      Sistem klasifikasi kota atas dasar latar belakang fisikal yang dikemukakan oleh sarjana ini lebih ditekankan pada unsur “site”nya. Dalam hal ini, beliau mengemukakan 19 macam kota, yaitu:
Tipe 1        :   Kota “acropolis.”
Kota ini didirikan di atas perbukitan dengan maksud pertahanan.        Sebagai contoh adalah kota Athena, Kota Roma.
Tipe 2        :   Kota yang didirikan di daerah “cuesta.”
Tipe 3        :   Kota yang didirikan pada “mountain corridors.”
Tipe 4        :   Kota yang berada pada “passes.”
Tipe 5        :   Kota yang terletak pada “passes” yang besar atau disebut “gates.”
Tipe 6        :   Kota yang terletak pada “plateau.”
Tipe 7        :   Kota yang terletak pada “eroded dome.”
Tipe 8        :   Kota yang terletak pada “fiords.”
Tipe 9        :   Kota yang terletak pada “rias.”
Tipe 8 dan tipe 9 ini dapat menjadi kota pelabuhan yang baik, karena faktor alami menunjang hal tersebut.
Tipe 10      :   Kota-kota yang adanya disebabkan oleh adanya air terjun.
Tipe 11      :   Kota yang terletak pada suatu “meander” sungai.
Tipe 12      :   Kota yang terletak pada teras sungai.
Tipe 13      :   Kota yang terletak pada delta sungai.
Tipe 14:   Kota yang terletak pada “alluvial cone/fan.”
Tipe 15:   Kota yang terletak pada lembah-lembah (inter-montane).
Tipe 16:   Kota yang terletak di sekitar danau.
Tipe 17:   Kota yang terletak di dataran rendah.
Tipe 18:   Kota yang terletak di daerah padang pasir.
Tipe 19:   Kota yang disebut sebagai “clearing towns”, karena terbentuknya kota tersebut sebagai akibat adanya pembukaan hutan, sehingga lokasinya relatif masih sangat terpencil.
Apabila klasifikasi yang dikemukakan oleh Griffith Taylor di atas diperhatikan betul-betul, maka akan tampak bahwa pembagian tersebut kurang begitu valid ditinjau dari bermacam segi. Dari satu pihak, sarjana ini mendasarkan pembagiannya pada “unit land form” tetapi di lain pihak mendasarkan klasifikasinya pada aspek-aspek lain seperti aspek sosial ekonomi tertentu.
      Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini mengenai kota yang terletak di dataran rendah (tipe 17), kemudian kota yang terletak di sekitar danau (16), kemudian kota yang disebut dengan clearing towns di mana faktor keadaan terisolasi dengan daerah lain menjadi dasar pertimbangannya.
      Salah satu persoalannya antara lain mengenai keadaan sesuatu kota yang terletak di dataran rendah tetapi juga di tepi sebuah danau. Kelas manakah yang pantas digunakan untuk memberi notasi kota yang bersangkutan?
      Pada sistematika berikut, dikemukakan beberapa pertimbangan antara lain kemungkinan perkembangan transportasi serta keadaan topografi sesuatu tempat. Menurut pendapat penulis, kondisi topografi setempat dapat digunakan untuk mengadakan analisis lingkungan perkotaan dan kemungkinan pertumbuhannya di masa yang akan datang.
       Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa perkembangan fisikal sesuatu kota berkaitan erat dengan kondisi topografi dalam artian terbatas (keadaan morfologi) dan kondisi lingkungannya dalam arti yang luas.
      Dari tinjauan fisikal saja, tidaklah berlebihan kiranya apabila dikemukakan bahwa perkembangan sesuatu kota merupakan fungsi dari pada kondisi lingkungannya.
      Dengan bentuk model dapat diekspresikan sebagai
berikut:
      P = f (L)
Keterangan:
      P          =  perkembangan kota
      f           =  fungsi
      L          =  kondisi lingkungan

      Untuk memperjelas rumus tersebut beberapa kenyataan mengenai pertumbuhan kota-kota Boston (USA); kota Lima (Peru); kota Arequipa (Peru); kota Ciudad Guyana (Venezuela) dan kota Medelia (Columbia) dapat digunakan sebagai bahan perbandingan. (Caminos Horacio et.al, 1969).
      Untuk memudahkan analisis sesuatu kota, khususnya dalam hal menggolongkannya dalam sesuatu kelas atas dasar kondisi fisikalnya, berikut ini dikemukakan dalam bentuk matriks antara sait kota dengan latar belakang daerah, stadia perkembangan topografinya, dan hubungannya dengan perairan yang dapat dilayari.


2.2  Klasifikasi Hadi Sabari Yunus
      Dalam hal ini penulis mengemukakan 4 macam elemen fisikal yang dapat mewarnai perkembangan fisikal sesuatu kota. Seperti dikemukakan dalam pengantar dan pendahuluan tulisan ini, bahwa upaya klasifikasi dimaksudkan untuk mengenali ciri khas / karakter unik sesuatu kota dan hal ini kemudian diarahkan pada konteks pengembangan wilayah. Setiap upaya pengembangan wilayah menuntut seseorang untuk mampu menempatkan secara wajar sesuatu kota sebagai pusat kegiatan dalam kontelasi pembangunan wilayah serta prospeknya pada masa mendatang. Keempat elemen fisikal tersebut ialah sait fisiografi, kaitannya dengan perairan, kondisi topografi daerah periferalnya dan stadium perkembangan topografi daerah dimana kota yang bersangkutan berkedudukan. Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa sait fisiografi banyak berkaitan dengan kondisi geologi, sistem  drainase, kondisi air tanah, keadaan tanah dan karakteristik klimatologi. Sementara itu stadium topografi dan dekat / jauhnya dengan daerah perairan berkaitan dengan kesempatan berkomunikasi dengan daerah lain sedangkan latar belakang daerah dikaitkan dengan keberadaan faktor-faktor penghambat / penunjang terhadap perkembangan fisikal permukiman yang bersangkutan. Dalam bentuk matriks, hubungan keempat elemen lingkungan fisikal tersebut dapat dilihat dalam table berikut.

Tabel 2.1
Klasifikasi Kota ditinjau dari segi Lingkungan Fisikalnya


Sait Kota
Hubungan dengan perairan yang dapat melayani
Latar Belakang daerah
Di tepi perairan
Jauh dari perairan
Datar /tidak rata
Sistem Aluvial
1
2
3
4
5
6
datar
tidak datar
7
8
9
10
11
12
Sistem Marine
13
14
15
16
17
18
datar
19
20
21
22
23
24
tidak datar
Sistem Dataran
25
26
27
28
29
30
datar
31
32
33
34
35
36
tidak datar
Sistem perbukitan Struktural & non Sturuktural
37
38
39
40
41
42
datar
43
44
45
46
47
48
tidak datar
Sistem Plateu
49
50
51
52
53
54
datar
48
49
50
51
52
53
tidak datar
Sitem peg. lipatan
61
62
63
64
65
66
datar
67
68
69
70
71
72
tidak datar
Sistem peg. patahan
73
74
75
76
77
78
datar
79
80
81
82
83
84
tidak datar
Sitem volkanis
85
86
87
88
89
90
datar
91
92
93
94
95
96
tidak datar
Sistem Karst
97
98
99
100
102
102
datar
103
104
105
106
107
108
tidak datar
Sait Kota
M
D
T
M
D
T
Datar/ tidak datar

Stadium perkembangan fisiografi
Keterangan: M  = Muda
                   D   = Dewasa
                   T    = Tua
      Dalam matriks di atas, di samping sistem   fisiografis setempat yang dipertimbangkan,di lain pihak juga dikemukakan mengenai latar belakang daerah ditinjau dari segi Land From-nya , stadisi sistem fisiografis tersebut sendiri dan juga kaitannya dengan sistem perairan yang mempengaruhi kemungkinan perkembangan jalur transportasi dan komunikasinya.
      Sebagai contohnya, kiranya dapat dikemukakan dalam uraian ini antara lain pada sesuatau kota yang terletak pada sistem  fisiografis-aluvial yang terletak ditepi laut, tepi danau akan jauh berbeda dengan kota yang tidak terletak pada tepi water body  tertentu.Dalam kaitannya dengan latar belakang daerah , juga menunjukan suatu perkembangan fisikal yang berbeda dengan satu sama lain antara kota  berlatar belakang datar dan tidak datar.Sebagai contoh yang nyata, perbandingan antara kota Semarang dan kota Jakarta , yang kedua-duanya merupakan kota yang terletak di tepi laut.
      Sesuai dengan tabel  klasifikasi  yang penulis ajukan tersebut di atas, kota Jakarta akan masuk dalam tipe 2 sedangkan kota Semarang akan masuk dalam tipe 8.Hal yang membedahkan antar keduanya terletak pada latar belakang daerahnya, yait daerah datar dan daerah tidak datar . Hal inilah yang ternyata membawah akibat  fisikal yang cukup menonjol  pada kedua kota tersebut.
      Kota Jakarta mempunyai kesempatan berkembangan ke arah luar yang sama maka tidak demikian halnya dengan kota Semarang.Untuk memperjelas hal ini , perbandingkanlah juga mengenai kasus-kasus Kota Boston (USA);  Kota Lima (Peru); Arequipa (Peru); Kota Ciudad Guyana  (Venezuela) dan Kota Medan (Columbia). (Hadi Sabari Yunus.1978,ppl-30)
      Matrik  di atas ternyata mengemukakan 108 macam jenis kota.Dengan memasukan variable baru dengan sendirinya klasifikasi tersebut akan  semakin menjadi banyak.Oleh karena dalam klasifikasi tersebut tercantum banyak istilah geomorfologi, maka beberapa keterangan yang diperlukan  penulis sertakan pada lampiran 1.

 

2.3 Klasifikasi Nelson, R.L
Sarjana ini juga mengajukan klasifikasi kota di tinjau dari segi fisikalnya. Klasifikasi ini juga lebih ditekankan pada bentuk kota di tinjau dari segi morfologikalnya. Atau dengan kata lain dapat dikemukakan “ built up areas” nyalah yang disoroti.
Menurut sarjana ini, ada 3 macam klasifikasi kota ditinjau dari segi bentuknya, yaitu
(1).  Kota yang berbentuk bujur sangkar ( The square cities )
Kota ini biasa merupakan kota yang terbentuk karena adanya kegiatan yang relatif seragam dan biasanya sangat di pengaruhi oleh kegiatan pertanian. Pasar induk, biasanya gerletak di tengah kota yang bersangkutan. Lama kelamaan daerah permukiman yang ada akan berkembang di sisi sisinya ke segala jurusan, dan oleh karena itu di sekitarnya relatif tidak ada halangan fisikal yang berarti. Maka bentuk / morfologi kotanya akan membentuk bujur sangkar atau agak sedikit membulat.
Beberapa contoh kota yang mempunyai bentuk bujur sangkar antara lain : Kota Indianapolis, Kota Dayton, Kota Denver, Kota Fort Daine. Kiranya kota Yogyakarta juga dapat di anggap merupakan salah satu dari contoh contoh yang dapat dikemukakan.
(2).  Kota yang berbentuk empat persegi panjang ( The Rectangular cities )
Kota- kota yang berbentuk empat persegi panjang ini, pada garis besarnya hampir sama dengan kota yang berbentuk bujur sangkar hanya saja pada kedua sisinya yang lain terdapat hambatan alami yang sangat mengganggu kesempatan zona zona kota yang ada untuk berkembang ke samping.
Hambatan hambatan ini dapat berupa topografi yang sangat sangat kasar, gurun pasir, hutan, rawa rawa, laut dan lain sebagainya. Dengan demikian, kesempatan brkembang dari zona zona yang ada terbatas pada kedua sisinya saja.
(3).  Kota yang berbentuk seperti kipas ( The fan shaped cities )
Pada kota kota seperti ini, biasanya pusat kota terletak pada daerah pinggiran. Oleh karena sebab sebab tertentu, perluasan fisikal kotanya hanya berjalan pada sisi sisi tertentu saja. Pada umumnya kota kota yang mempunyai bentuk kipas adalah merupakan kota kota pelabuhan yang mempunyai latar belakang topografi yang relatif datar dan tidak mempunyai hambatan fisikal yang lain.
Sebagai contoh dapat di kemukan adalah Kota Chicago, Kota Boston, Kota Jakarta, dan beberapa kota pantai yang lain.
Namun demikian, tidaklah semua kota pantai akan akan mempunyai bentuk yang seperti kipas. Hal ini lebih banyak berkaitan dengan latar belakang topografi daerahnya.
Sebagai contoh nyata adalah Kota Semarang. Berhubung daerah latar belakangnya tidak datar dan relatif terdapat beberapa hambatan fisikal maka bentuk kotanya pun tidak menyerupai kipas. 
Untuk jelasnya lihat gambar berikut