BAB 1
Klasifikasi Kota Atas
Dasar Karakteristik Fungsinya
Dalam
hal ini tema yang dikemukakan adalah mengenai fungsi sesuatu kota yang
dianggap dominan dan dapat dikatakan menonjol pada kota yang bersangkutan.
Seperti diketahui bahwa adanya latar belakang geografis dari pada sesuatu kota
akan memberikan corak yang khas mengenai kehidupan kotanya.
Dalam
perkembangan kehidupannya, sesuatu kota dapat saja mengalami perubahan fungsi
dari suatu fungsi tertentu menjadi fungsi yang lain. Hal ini banyak yang
terjadi pada kota-kota di kawasan Eropa Barat pada abad pertengahan. Banyak
terjadi, bahwa kota-kota tertentu yang sekarang ada dan mempunyai fungsi
sebagai pusat perdagangan pada mulanya merupakan kota-kota yang berfungsi
sebagai pusat kota keagamaan atau pusat pemerintahan.
Adanya
perubahan-perubahan fungsi tersebut sejalan dengan makin majunya
fasilitas-fasilitas perkotaan yang ada, di mana kemajuan teknologi merupakan
faktor yang memengaruhinya dengan kuat. Refleksi atas kenyataan ini terlihat
dalam bentuk makin banyak majunya teknik di bidang komunikasi dan transportasi,
pengolahan sumber daya alam dari daerah “peripheral”
nya.
Kemudian,
bagaimanakah dengan kota-kota yang ada pada abad keduapuluh satu ini? Pada masa
sekarang ini, kebanyakan kota-kota yang ada mempunyai fungsi yang jamak (multi function city). Hal ini disebabkan
karena manusia mempunyai kegiatan-kegiatan yang beraneka seperti kegiatan
politik, kegiatan sosial, kegiatan ekonomi, kegiatan budaya, yang pada umumnya
berpusat di kota-kota tersebut.
Suatu
hal yang tidak dapat di sangkal lagi, yaitu adanya kenyataan bahwa masing
–masing kota mempunyai potensi dan penonjolan fungsi-fungsi yang berbeda- beda.
Hal ini lebih banyak bersangkut paut dengan latar belakang historikal,
kultural, fisikal, kemasyarakatan, ekonomi dan lain- lain yang saling berkaitan
dan secara bersama-sama memberi warna tertentu terhadap suatu kota tertentu.
Masing-masing
kota, mempunyai kondisi latar belakang hal-hal tersebut di atas yang satu sama
lain tidak sama. Namun demikian, perlu disadari bahwa dalam kehidupan modern,
sesuatu kota yang mempunyai tipe yang betul- betul murni dalam artian hanya
mempunyai tipe tunggal tidaklah ada. Usaha klasifikasi yang dijalankan tidak
lebih merupakan usaha yang bersifat sugestif saja dimana fungsi yang bersifat
atau dianggap paling menonjol di antara kegiatan-kegiatan yang ada, digunakan
sebagai dasar.
Oleh
karena banyaknya sarjana-sarjana yang berusaha mengemukakan pendapatnya
mengenai klasifikasi kota atau dasar fungsinya, dalam uraian ini hanya akan
dikemukakan beberapa diantaranya. Hal ini dimaksudkan untuk dapat digunakan
sebagai bahan pembanding dengan klasifikasi kota atas dasar fungsi yang mungkin
telah dirumuskan.
1.1 Klasifikasi
Gist, N.P & Halbert, L.A
Sarjana inimengemukakan 6 jenis
kelas kota atas dasar fungsinya yaitu:
(1). Kota
berfungsi sebagai pusat industri
Dalam kota ini, kegiatan industri
merupakan kegiatan yang menonjol dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan bukan
industri. Pengertian industri sendiri meliputi berbagai jenis kegiatan, antara
lain berdasarkan jenisnya (industri primer, industri sekunder dan industri
tersier) berdasarkan fungsinya (industri kapal tebang, industri kapal laut,
mainan anak-anak dan lain-lain) dan masih banyak pengertian industri di tinjau
dari berbagai segi. Kadang-kadang sesuatu kota mempunyai sifat gabungan
daripada jenis-jenis industri tersebut, namun demikian kebanyakan hanya ada
satu atau dua jenis industri saja yang paling menonjol. Sebagai contoh, kota
Detroit dengan industri mobilnya, kota Bombay dengan industri tekstilnya, kota
Dresden dengan industri keramiknya, kota Johannesburg dengan industri intannya.
Kota-kota yang berada di negara-negara
yang sedang berkembang, biasanya kegiatan industrinya yang menonjol adalah
industri primer, seperti industri pertambangan, industri penyulingan minyak,
perikanan atau industri yang berkaitan dengan pngolahan kayu. Dengan makin
majunya industri-industri yang ada, daerah-daerah hunian(daerah yang
betul-betul di huni) yang ada akan mengalami penciutan karena makin meluasnya
daerah industri tesebut. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab dari makin
merosotnya kondisi lingkungan permukiman di kota-kota besar.
(2).
Kota berfungsi sebagai pusat perdagangan
Ditinjau dari kehidupan kotanya,
sebenarnya setiap kota merupakan pusat perdagangan. Namun demikian, tidaklah
semua kota selalu ditandai atau diwarnai oleh kegiatan perdagangan semata.
Kota-kota perdagangan yang besar biasanya merupakan kota-kota pelabuhan. Hal
ini disebabkan karena kota yang bersangkutan mempunyai kemungkinan beraktifitas jauh lebih besar dari pada
kota-kota lain yang bukan pelabuhan, terutama ditinjau daripada pintu gerbang
transportasinya. Oleh karena sampai saat ini media transportasi yang besar
adalah darat dan laut, maka bagi kota-kota yang mempunyai potensi ke arah
pengembangan dua jenis transportasi tersebut mempunyai potensi yang besar pula
untuk meksud pengembangan kotanya ditinjau dari segi kegiatan perdagangannya.
Contoh-contoh kota perdagangan besar
yang bertaraf internasioanal antara lain: New York, London, Rotterdam, Bombay,
Hamburg, Napels, Hongkong, dan lain sebagainya.
(3).
Kota berfungsi sebagai pusat politik
Sebelum Eropa Barat dilanda oleh apa
yang dinamakan dengan Revolusi Industri,
sebenarnya kota-kota yang ada pada masa itu tidak lain merupakan kota-kota
pusat pemerintahan.
Keadaan ini memang sesuai dengan
kondisi pada saat itu dimana pusat pemerintah, pusat administrasi dan politik
sesuatu negara harus merupakan ibukota negara yang bersangkutan.
Hanya karena adanya perubahan
situasi, behubung dengan adanya penemuan-penemuan baru dibidang teknologi
sajalah maka beberapa kota yang semula merupakan pusat kegiatan politik
kemudioan berubah menjadi kota-kota sebagai pusat perdagangan dan industri.
Namun demikian, peranannya sebagai pusat kegiatan politik pemerintahan negara
masih nampak dengan jelas. Beberapa contoh, yang dapat dikemukakan ialah kota
New Delhi di India, kota Jakarta di Indonesia, kota Bangkok di Thailand, kota
Canberra di Australia dan lain sebagainya.
Kota-kota politik ini menjadi berkembang,
terutama ditentukan oleh peranannya sebagai pusat pemerintahan negara yang bersangkutan dan merupakan pusat
sistem pemerintah antara pemerintah pusat dan daerah maupun antara negara yang
satu dengan yang lain, di mana duta-duta negara lain berkedudukan pada
kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan negara.
(4).
Kota berfungsi sebagai pusat kebudayaan.
Dalam hal ini potensi kulturalnya
kelihatan menonjol dibanding dengan fungsi-fungsi lain yang ada. Dalam
masa-masa silam, peranan masjid-masjid di dunia Islam, gereja-gereja di negara
Kristiani serta pusat-pusat kerajaan
memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara.
Sebagai contoh adalah kota Mekkah
sebagai kota Religios umat Islam dan
juga kota Roma bagi umat Kristiani. Mengenai peranan kedua contoh kota tersebut
dalam kaitannya dengan kehidupan agamis di dunia ini, kiranya tidak perlu di
jelaskan lagi.
Disamping kota-kota sebagai pusat
kebudayaan yang berkaitan erat dengan kehidupan agama, dapat pula sesuatu kota
terkenal atau menonjol karena kegiatan pendidikannya, kebudayaan khususnya
seni. Sebagai contoh dapat di kemukakan ialah kota Yogjakarta, dapat dianggap
menonjol di bidang pendidikannya dan juga mengenai kegiatan kebudayaannya. Maka
tidaklah berlebihan kiranya apabila kota yogjakarta dianggap sebagai kota
pelajar atau kota mahasiswa atau juga kota budaya. Sesuatu hal yang kurang
mendapatkan perhatian adalah belum didirikannya gedung sebagai pusat budaya,
walaupun materi-materi kebudayaan yang ada cukup memadai. Rupa-rupanya masalah
birokrasi dan dana masih merupakan hambatan yang cukup besar untuk mewujudkan
cita-cita tersebut.
(5).
Kota berfungsi sebagai pusat rekreasi atau kesehatan
Sesuatu kota akan mempunyai fungsi sebagai tempat
rekreasi ataupun kesehatan, apabila pada kota tersebut mempunyai
kondisi-kondisi tertentu yang mampu menarik pendatang-pendatang untuk menikmati
kenikmatan tertentu yang ada pada kota tersebut. Adapun mengenai kenikmatan ini
dapat mengenai kenikmatan fisikal ataupun dapat merupakan maksud-maksud
penyembuhan.
Namun
demikian, suatu hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kota yang
berfungsi sebagai kota budaya adalah bahwa kota-kota yang berfungsi sebagai
tempat rekreasi ini di dalamnya mengandung sesuatu yang menarik orang luar
untuk tujuan berrekreasi. Kota-kota seperti ini antara lain kota Palmbeach
dengan pantainya yang indah, kota Monte Carlo, kota Monaco dan lain sebagainya.
Sekali
lagi perlu ditegaskan bahwa suatu kota sebenarnya tidak akan menampakkan
dirinya secara murni hanya pada satu macam fungsi saja tetapi merupakan hasil
gabungan dari berbagai macam fungsi. Namun demikian, salah satu atau sebagian
dari berbagai fungsi tersebut lebih kelihatan mewarnai kehidupan kotanya.
Karena hal itu kemudian timbul berbagai notasi terhadap kota-kota tertentu.
(6).
Kota yang tidak mempunyai fungsi tertentu yang menonjol
Kota –kota yang tidak mempunyai fungsi
tertentu yang menonjol, biasanya baru merupakan kota-kota yang masih sangat
muda usia / pertumbuhannya atau kota-kota kecil. Oleh karena dalam sesuatu kota
yang masih muda fungsi-fungsi yang ada belum mampu mengembangkan dirinya
sedemikian rupa, maka berbagai fungsi yang
ada masih mempunyai pengaruh yang sama. Namun demikian, suatu hal yang perlu
diperhatikan adalah pada kota-kota yang sangat besar. Seperti halnya pada
kota-kota kecil, pada kota yang sangat besar pun terdapat kecenderungan mempunyai berbagai fungsi yang sangat
kompleks sehingga penonjolan sesuatu tertentu terlihat lemah.
Sebagai contoh kiranya dapat
dikemukakan disini yaitu kota Jakarta, kota Philladelphia, kota Pitsburg, kota
Tokyo, kota London dan lain sebagainya.
1.2.
Klasifikasi Hudson, F.S
Sarjana ini
mempunyai klasifikasi kota atas
dasar fungsinya yang lebih lengkap dari
pada serjana yang telah disebutkan. Berdasarkan pengamatannya, kota-kota yang
ada dapat dikelompokkan menjadi 9 macam atas dasar fungsinya. Di samping itu,
masing-masing kelas kota tersebut masih dapat diperbedakan lagi menjadi sub
kelas. Kesembilan kelas kota tersebut adalah sebagai berikut :
(1)
Kota pertambangan dan
penggalian bahan-bahan alam lainnya. ( Mining
towns and quarrying )
a) Kota-
kota pertambangan antara lain kota Work shop (Coal); kota Butte (copper; kota Broken hill (lead
& zinc); kota Kalgorlie (goid); dan masih banyak contoh yang lain.
b) Kota
pengalian bahan-bahan alam lainnya
anatara lain kota Bethesda (slare); kota Shap (granite); kota Hibbing (iron
ore).
(2)
Kota-kota industri (industrial towns )
Contohnya yang
dapat dikemukakan disini adalah kota Rotherham, kota Pittsburg dengan industri
bajanya; kota Nottingham mengenai industrinya yang banyak jenis dan jumlahnya;
kota Billingham dan Leverkusen dengan industri kimianya; kota Dusseldorf,
Eindhoven, Bimingham terkenal engineering-nya;
kota Tourcouing dan Bradford tentang industri tekstilnya dan kota Stoke on
trent dan Meisen sebagai kota-kota yang terkenal akan industri potteries-nya.
(3) Kota-kota
sebagai pusat pengangkutan (transport
cartres )
Kota-kota dari
jenis ini dapatdibedakan menjadi kota-kota yang melayani pengangkutan umum dan
pengangkutan khusus. Contoh pengangkutan umum adalah pengangkutan yang terdapat
di kota Sunderland dengan manufacturing
ships-nya, kota Detroit dengan kendaraan bermotornya, kota Wichta dengan
kapal terbangnya, kemudian kota Crewe dan Swindon dengan kereta apinya,
kota-kota berpelabuhan besar dengan
pengangkutan lautnya, kota Strasbourgh dengan pengangkutan sungainya dan kota
Port said dengan pengangkutan terusahanya (canal
transportation )
(4) Kota-kota
perdagangan (commercial centres )
(a) Kota
pemasaran hasil-hasilpertanian (agricultural
market towns ), seperti kota Winnpig, kota Cansas di USA, dan kota Evesham
dan kota Horsers di Denmark.
(b) Kota
pusat perbankan dan uang, sebagai contoh kota Franfurt dan Amsterdam.
(c) Kota
perdagangan yang bervariasi seperti kota
manchester, dan kota St. Louis .
(d) Kota-kota
pelabuhan besar yang juga berfungsi sebagai
kota perdagangan.
(5) Kota-kota
pusat administrasi ( administrative towns abd cities )
Kota-kota
ini dapat difungsikan sebagai :
(a) Ibu
kota suatu negara
(b) Ibu
kota provinsi
(c) Ibu
kota kabupaten dan lain sebagainya
(6) Kota-kota
yang mempunyai arti strategis (strategic centres )
Jenis
ini dapat dibedakan lagi menjadi :
(a) Kota-kota
yang merupakan basis pertahanan angkatan darat.
(b) Kota-kota
yang merupakan basis pertahanan angkatan laut.
(c) Kota-kota
yang merupakan basis pertahanan angkatan udara.
(7) Kota-kota
budaya (cultural towns )
Jenis
kota ini masih dapat dapat dibedakan lagi menjadi 3 macam, yaitu :
(a) Kota-kota
pusat keagamaan, misalnya kota Mekah, Jerusalem, Lourdes, Benares dan Rome.
(b) Kota-kota
pusat pendidikan, misalnya kota
Cambridge, kota Heidelberg, Bangor, Louvia dan lain sebagainya.
(c) Kota-kota
konferensi misal kota Harrogate,
Chicago, Brighton.
(8) Kota-kota
pusat kesehatan dan rekreasi ( health and
recreational centres )
(a) Kota-kota
rekreasi di tepi pantai, misalnya kota Miami.
(b) Kota-kota
rekreasi di daerah pegunungan, misalnya kota Daves, dan Darjeeling.
(c) Kota
pulau yang digunakan untuk tujuan rekreasi. Misalnya kota Tucson dan Stradford
on Avon.
(9) Kota-kota
permukiman (residential towns )
(a) Kota
asrama (dermitory towns ), misalnya
kota Weybridge
(b) Sub-urban growth,
misal kota Beverly Hill (dekat kota Los Angeles).
(c) Overspikk towns,
misalnya Wilmslow dekat dengan kota Manchester dan kota-kota yang baru di dekat
kota London.
1.3.
Klasifikasi Harriss, Chauncy, D.
Sarjana ini membagi fungsi kota menjadi 9
macam, sebagai mana Hudson membagi kota-kota atas dasar fungsinya. Walaupun
demikian klasifikasi Hudson dapat dikatakan lebih lengkap, walaupun kriteria
notasi fungsi sesuatu kota yang dikemukakan tidak dikemukakan. Dalam
klasifikasi fungsi yang diajukan oleh Chauncy Harris hal tersebut dicoba kemungkinan dalam gambaran kuantitatif. Hal
ini memang telah disadari oleh serjana tersebut bahwa besar sekali peranan data
statistik sesuatu kota untuk maksud-maksud mengenali fungsi utama yang ada.
Klasifikasi yang kemukakan adalah hasil dari penyelidikannya terhadap 984
kota-kota yang ada di amerika serikat.
Secara garis besar, klasifikasi adalah sebagai
berikut :
(1) Kota
Manufaktur ( manufacturing cities )
Sesuatu
kota yang dapat dikatakan sebagai kota manufaktur apabila kegiatan manufaktur
yang ada melebihi 60% dari seluruh kegiatan kota, yang bersangkutan.
(2) Kota yamg mempunyai bermacam fungsi (diversified
cities )
Sesuatu
kota yang dapat dianggap mempunyai fungsi yang beraneka apabila kegiatan
manufaktur yang ada kurang dari 60%, kegiatan wholesale kurang dari 20% dan kegiatan retail kurang dari 50%.
(3) Kota
yang berfungsi sebagai penjual barang-barang dalam partai besar (wholesaling cities )
Sesuatu
kota dapat dianggap sebagai wholesaling
city, apabila kegiatan penjualan dalam partai besar tersebut tercatat lebih
dari 20% seluruh kegiatan yang ada.
(4) Kota-kota
pengecer (retiling cities)
Sesuatu
kota mempunyai fungsi pengecer apa bila kegiatan ini meliputi lebih dari 50%
seluruh kegiatan total.
(5) Kota-kota
transport (transport cities )
Sesuatu
kota dapat dikatakan sebagai kota transport apabila pekerja-pekerja yang
berkaitan dengan masalah pengangkutan meliputi sekurang-kurangnya 11% dari
seluruh pekerja-pekerja yang ada .
(6) Kota
pertambangan (mining cities )
Sesuatu
kota yang dapat dikatakan sebagai kota pertambangan apa bila pekerja-pekerja tambang
yang ada dikota tersebut meliputi sekurang-kurangnya 15% dari seluruh
pekerja-pekerja yang ada.
(7) Kota
universitas dan pendidikan ( university
and educational cities )
Untuk
menentukan fungsi ini sesuatu kota harus memenuhi persyaratan bahwa minimal 25%
penduduknya terdaftar diperguruan tinggi atau akademi-akademi lainnya.
(8) Kota
“ tetirah “ (resort or retirement towns
)
Kota
yang termasuk dalam kategori ini tidak banyak
dikemukakan perinciannya oleh Chauncy Harris, hanya disebut-sebut adanya
summer resort and Winter resort, mengenai ada apa dan
bagaimana suatu kota berfungsi tempat
tetirah tidak dijelaskan lebih lanjut .
(9) Kota-kota
lainnya (other towns )
Kota-kota
yang termasuk dalam kategori ini antara lain fishing towns, logging towns, regional capital, political capital,
garrison twons, professional cantres, dan financial cantres.
Sayangnya,jenis-jenis yang terakhir ini
tidak diberikan batasan-batasannya sebagaimana jenis-jenis yang terdahulu.
Walaupun demikian, klasifikasi yang dikemukakan telah membuka mata para ahli
perkotaan untuk mempertimbangkannya terutama dalam kaitannya dengan usaha-usaha
pengembangan dan perencanaan kota. Untuk
keperluan-keperluan praktikal dinegara-negara berkembang dan khususnya di indonesia,
beberapa macam klasifikasi kota berdasarkan fungsi diatas tidak harus selaludiikuti, karena latar belakang sosial ekonomi
perkotaan yang ada mempunyai ciri-ciri yang jauh berbeda dengan negara-negara
yang termasuk “developed” . Usaha untuk menggolongkan jenis-jenis kota
yang ada di indonesia atas dasar fungsinya jelas merupakan usaha yang penting,
terutama dalam rangka pengembangan regional dan kota-kota yang ada termasuk
didalam konstelasinya.
BAB
II
KLASIFIKASI
KOTA ATAS DASAR
KARAKTERISTIK
FISIKALNYA
Pandangan yang kedua menekankan pada eksistensi kota dalam kaitannya
dengan latar belakang fisikalnya. Unsur fisikal yang ditonjolkan pada umumnya
adalah keadaan topografinya
2.1 Klasifikasi Taylor, Griffith
Sistem klasifikasi kota atas dasar latar belakang fisikal yang
dikemukakan oleh sarjana ini lebih ditekankan pada unsur “site”nya. Dalam hal ini, beliau mengemukakan 19 macam kota, yaitu:
Tipe 1 : Kota “acropolis.”
Kota ini didirikan di atas perbukitan dengan maksud
pertahanan. Sebagai contoh adalah
kota Athena, Kota Roma.
Tipe 2 : Kota yang didirikan di daerah “cuesta.”
Tipe 3 : Kota yang didirikan pada “mountain corridors.”
Tipe 4 : Kota yang berada pada “passes.”
Tipe 5 : Kota yang terletak pada “passes” yang besar atau disebut “gates.”
Tipe 6 : Kota yang terletak pada “plateau.”
Tipe 7 : Kota yang terletak pada “eroded dome.”
Tipe 8 : Kota yang terletak pada “fiords.”
Tipe 9 : Kota yang terletak pada “rias.”
Tipe 8 dan tipe 9 ini dapat menjadi kota pelabuhan
yang baik, karena faktor alami menunjang hal tersebut.
Tipe 10 : Kota-kota yang adanya disebabkan oleh adanya
air terjun.
Tipe 11 : Kota yang terletak pada suatu “meander” sungai.
Tipe 12 : Kota yang terletak pada teras sungai.
Tipe 13 : Kota yang terletak pada delta sungai.
Tipe 14: Kota yang terletak pada “alluvial cone/fan.”
Tipe 15: Kota yang terletak pada
lembah-lembah (inter-montane).
Tipe 16: Kota yang terletak di
sekitar danau.
Tipe 17: Kota yang terletak di
dataran rendah.
Tipe 18: Kota yang terletak di
daerah padang pasir.
Tipe 19: Kota yang disebut sebagai “clearing towns”, karena terbentuknya
kota tersebut sebagai akibat adanya pembukaan hutan, sehingga lokasinya relatif
masih sangat terpencil.
Apabila klasifikasi yang
dikemukakan oleh Griffith Taylor di atas diperhatikan betul-betul, maka akan
tampak bahwa pembagian tersebut kurang begitu valid ditinjau dari bermacam segi. Dari satu pihak, sarjana ini
mendasarkan pembagiannya pada “unit land
form” tetapi di lain pihak mendasarkan klasifikasinya pada aspek-aspek lain
seperti aspek sosial ekonomi tertentu.
Sebagai contoh dapat
dikemukakan di sini mengenai kota yang terletak di dataran rendah (tipe 17),
kemudian kota yang terletak di sekitar danau (16), kemudian kota yang disebut
dengan clearing towns di mana faktor
keadaan terisolasi dengan daerah lain menjadi dasar pertimbangannya.
Salah satu persoalannya antara
lain mengenai keadaan sesuatu kota yang terletak di dataran rendah tetapi juga
di tepi sebuah danau. Kelas manakah yang pantas digunakan untuk memberi notasi
kota yang bersangkutan?
Pada sistematika berikut,
dikemukakan beberapa pertimbangan antara lain kemungkinan perkembangan
transportasi serta keadaan topografi sesuatu tempat. Menurut pendapat penulis,
kondisi topografi setempat dapat digunakan untuk mengadakan analisis lingkungan
perkotaan dan kemungkinan pertumbuhannya di masa yang akan datang.
Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
perkembangan fisikal sesuatu kota berkaitan erat dengan kondisi topografi dalam
artian terbatas (keadaan morfologi) dan kondisi lingkungannya dalam arti yang
luas.
Dari tinjauan fisikal saja,
tidaklah berlebihan kiranya apabila dikemukakan bahwa perkembangan sesuatu kota
merupakan fungsi dari pada kondisi lingkungannya.
Dengan bentuk model dapat
diekspresikan sebagai
berikut:
P = f (L)
Keterangan:
P = perkembangan kota
f = fungsi
L = kondisi lingkungan
Untuk memperjelas rumus
tersebut beberapa kenyataan mengenai pertumbuhan kota-kota Boston (USA); kota
Lima (Peru); kota Arequipa (Peru); kota Ciudad Guyana (Venezuela) dan kota
Medelia (Columbia) dapat digunakan sebagai bahan perbandingan. (Caminos Horacio
et.al, 1969).
Untuk
memudahkan analisis sesuatu kota, khususnya dalam hal menggolongkannya dalam
sesuatu kelas atas dasar kondisi fisikalnya, berikut ini dikemukakan dalam
bentuk matriks antara sait kota
dengan latar belakang daerah, stadia
perkembangan topografinya, dan hubungannya
dengan perairan yang dapat dilayari.
2.2
Klasifikasi Hadi Sabari Yunus
Dalam hal ini penulis mengemukakan 4 macam
elemen fisikal yang dapat mewarnai perkembangan fisikal sesuatu kota. Seperti
dikemukakan dalam pengantar dan pendahuluan tulisan ini, bahwa upaya klasifikasi
dimaksudkan untuk mengenali ciri khas / karakter unik sesuatu kota dan hal ini
kemudian diarahkan pada konteks pengembangan wilayah. Setiap upaya pengembangan
wilayah menuntut seseorang untuk mampu menempatkan secara wajar sesuatu kota
sebagai pusat kegiatan dalam kontelasi pembangunan wilayah serta prospeknya
pada masa mendatang. Keempat elemen fisikal tersebut ialah sait fisiografi,
kaitannya dengan perairan, kondisi topografi daerah periferalnya dan stadium
perkembangan topografi daerah dimana kota yang bersangkutan berkedudukan.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa sait fisiografi banyak berkaitan dengan
kondisi geologi, sistem drainase,
kondisi air tanah, keadaan tanah dan karakteristik klimatologi. Sementara itu
stadium topografi dan dekat / jauhnya dengan daerah perairan berkaitan dengan
kesempatan berkomunikasi dengan daerah lain sedangkan latar belakang daerah
dikaitkan dengan keberadaan faktor-faktor penghambat / penunjang terhadap
perkembangan fisikal permukiman yang bersangkutan. Dalam bentuk matriks,
hubungan keempat elemen lingkungan fisikal tersebut dapat dilihat dalam table
berikut.
Tabel
2.1
Klasifikasi Kota ditinjau dari segi
Lingkungan Fisikalnya
Sait
Kota
|
Hubungan
dengan perairan yang dapat melayani
|
Latar
Belakang daerah
|
|||||
Di
tepi perairan
|
Jauh
dari perairan
|
Datar
/tidak rata
|
|||||
Sistem
Aluvial
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
datar
tidak
datar
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
||
Sistem
Marine
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
datar
|
19
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
tidak
datar
|
|
Sistem
Dataran
|
25
|
26
|
27
|
28
|
29
|
30
|
datar
|
31
|
32
|
33
|
34
|
35
|
36
|
tidak
datar
|
|
Sistem perbukitan
Struktural & non Sturuktural
|
37
|
38
|
39
|
40
|
41
|
42
|
datar
|
43
|
44
|
45
|
46
|
47
|
48
|
tidak
datar
|
|
Sistem
Plateu
|
49
|
50
|
51
|
52
|
53
|
54
|
datar
|
48
|
49
|
50
|
51
|
52
|
53
|
tidak
datar
|
|
Sitem
peg. lipatan
|
61
|
62
|
63
|
64
|
65
|
66
|
datar
|
67
|
68
|
69
|
70
|
71
|
72
|
tidak
datar
|
|
Sistem
peg. patahan
|
73
|
74
|
75
|
76
|
77
|
78
|
datar
|
79
|
80
|
81
|
82
|
83
|
84
|
tidak
datar
|
|
Sitem
volkanis
|
85
|
86
|
87
|
88
|
89
|
90
|
datar
|
91
|
92
|
93
|
94
|
95
|
96
|
tidak
datar
|
|
Sistem
Karst
|
97
|
98
|
99
|
100
|
102
|
102
|
datar
|
103
|
104
|
105
|
106
|
107
|
108
|
tidak
datar
|
|
Sait
Kota
|
M
|
D
|
T
|
M
|
D
|
T
|
Datar/
tidak datar
|
Stadium perkembangan
fisiografi
Keterangan: M
= Muda
D =
Dewasa
T =
Tua
Dalam
matriks di atas, di samping sistem
fisiografis setempat yang dipertimbangkan,di lain pihak juga dikemukakan
mengenai latar belakang daerah ditinjau dari segi Land From-nya , stadisi sistem fisiografis tersebut sendiri dan
juga kaitannya dengan sistem perairan yang mempengaruhi kemungkinan
perkembangan jalur transportasi dan komunikasinya.
Sebagai contohnya, kiranya dapat
dikemukakan dalam uraian ini antara lain pada sesuatau kota yang terletak pada
sistem fisiografis-aluvial yang terletak ditepi laut, tepi danau akan jauh berbeda
dengan kota yang tidak terletak pada tepi water
body tertentu.Dalam kaitannya dengan
latar belakang daerah , juga menunjukan suatu perkembangan fisikal yang berbeda
dengan satu sama lain antara kota
berlatar belakang datar dan tidak datar.Sebagai contoh yang nyata,
perbandingan antara kota Semarang dan kota Jakarta , yang kedua-duanya
merupakan kota yang terletak di tepi laut.
Sesuai dengan tabel klasifikasi
yang penulis ajukan tersebut di atas, kota Jakarta akan masuk dalam tipe
2 sedangkan kota Semarang akan masuk dalam tipe 8.Hal yang membedahkan antar
keduanya terletak pada latar belakang daerahnya, yait daerah datar dan daerah
tidak datar . Hal inilah yang ternyata membawah akibat fisikal yang cukup menonjol pada kedua kota tersebut.
Kota Jakarta mempunyai kesempatan
berkembangan ke arah luar yang sama maka tidak demikian halnya dengan kota
Semarang.Untuk memperjelas hal ini , perbandingkanlah juga mengenai kasus-kasus
Kota Boston (USA); Kota Lima (Peru); Arequipa
(Peru); Kota Ciudad Guyana (Venezuela)
dan Kota Medan (Columbia). (Hadi Sabari Yunus.1978,ppl-30)
Matrik
di atas ternyata mengemukakan 108 macam jenis kota.Dengan memasukan
variable baru dengan sendirinya klasifikasi tersebut akan semakin menjadi banyak.Oleh karena dalam
klasifikasi tersebut tercantum banyak istilah geomorfologi, maka beberapa
keterangan yang diperlukan penulis
sertakan pada lampiran 1.
2.3 Klasifikasi
Nelson, R.L
Sarjana
ini juga mengajukan klasifikasi kota di tinjau dari segi fisikalnya.
Klasifikasi ini juga lebih ditekankan pada bentuk kota di tinjau dari segi
morfologikalnya. Atau dengan kata lain dapat dikemukakan “ built up areas” nyalah yang disoroti.
Menurut sarjana
ini, ada 3 macam klasifikasi kota ditinjau dari segi bentuknya, yaitu
(1). Kota yang berbentuk bujur sangkar ( The square cities )
Kota ini biasa merupakan kota yang
terbentuk karena adanya kegiatan yang relatif seragam dan biasanya sangat di
pengaruhi oleh kegiatan pertanian. Pasar induk, biasanya gerletak di tengah
kota yang bersangkutan. Lama kelamaan daerah permukiman yang ada akan
berkembang di sisi sisinya ke segala jurusan, dan oleh karena itu di sekitarnya
relatif tidak ada halangan fisikal yang berarti. Maka bentuk / morfologi
kotanya akan membentuk bujur sangkar atau agak sedikit membulat.
Beberapa contoh kota yang mempunyai
bentuk bujur sangkar antara lain : Kota Indianapolis, Kota Dayton, Kota Denver,
Kota Fort Daine. Kiranya kota Yogyakarta juga dapat di anggap merupakan salah
satu dari contoh contoh yang dapat dikemukakan.
(2). Kota yang berbentuk empat persegi panjang ( The Rectangular cities )
Kota- kota yang berbentuk empat persegi
panjang ini, pada garis besarnya hampir sama dengan kota yang berbentuk bujur
sangkar hanya saja pada kedua sisinya yang lain terdapat hambatan alami yang
sangat mengganggu kesempatan zona zona kota yang ada untuk berkembang ke
samping.
Hambatan hambatan ini dapat berupa
topografi yang sangat sangat kasar, gurun pasir, hutan, rawa rawa, laut dan
lain sebagainya. Dengan demikian, kesempatan brkembang dari zona zona yang ada
terbatas pada kedua sisinya saja.
(3). Kota yang berbentuk seperti kipas ( The fan shaped cities )
Pada kota kota seperti ini, biasanya
pusat kota terletak pada daerah pinggiran. Oleh karena sebab sebab tertentu,
perluasan fisikal kotanya hanya berjalan pada sisi sisi tertentu saja. Pada
umumnya kota kota yang mempunyai bentuk kipas adalah merupakan kota kota
pelabuhan yang mempunyai latar belakang topografi yang relatif datar dan tidak
mempunyai hambatan fisikal yang lain.
Sebagai contoh dapat di kemukan adalah
Kota Chicago, Kota Boston, Kota Jakarta, dan beberapa kota pantai yang lain.
Namun demikian, tidaklah semua kota
pantai akan akan mempunyai bentuk yang seperti kipas. Hal ini lebih banyak
berkaitan dengan latar belakang topografi daerahnya.
Sebagai contoh nyata adalah Kota
Semarang. Berhubung daerah latar belakangnya tidak datar dan relatif terdapat
beberapa hambatan fisikal maka bentuk kotanya pun tidak menyerupai kipas.
Untuk jelasnya lihat gambar berikut